Rapat Evaluasi PUG 2024/ APE 2025 Kabupaten Bengkayang

Pengarusutamaan Gender (PUG)
PUG adalah strategi pembangunan untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program serta anggaran, sebagaimana diamanatkan Inpres No. 9 Tahun 2000 dan RPJMN 2025–2029. Tujuannya memastikan kesetaraan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat (APKM) bagi laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. PUG mewajibkan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, analisis gender, dan anggaran responsif gender untuk mengurangi kesenjangan gender di berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Anugerah Parahita Ekapraya (APE)
APE adalah penghargaan yang diberikan kepada pemerintah daerah atas keberhasilan menerapkan PUG dalam pembangunan. Penilaian APE berfokus pada indikator seperti ketersediaan SK Focal Point Gender, data terpilah, Gender Budget Statement (GBS), dan persentase anggaran responsif gender. APE mengukur komitmen daerah dalam menciptakan pembangunan yang adil dan inklusif, dengan kategori seperti Madya, Nindya , Utama Hingga Mentor sebagai target capaian.

Admin, 10 September 2025

Diagnosa dan Inovasi

Pertemuan dibuka Oleh Kadis Sosial Pemberdayaan Permpuan dan Perlindungan anak Kabupaten Bengkayang,     dr I Made Putra Negara,M.M,    dalam Paparan singkatnya disampaikan : Gambaran terkini PUG Kabupaten Bengkayang,Yang Harus Segera diperbaiki .

Diagnosis Komprehensif Implementasi PUG di Kabupaten Bengkayang

Analisis Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan Laporan Penilaian Mandiri

Analisis terhadap kerangka penilaian mandiri implementasi PUG menunjukkan adanya fondasi awal yang dapat dikembangkan, namun di saat yang sama menyingkap kelemahan-kelemahan sistemik yang menghambat kemajuan.

Kekuatan (Dasar yang Sudah Ada): Pemerintah Kabupaten Bengkayang telah meletakkan beberapa pilar fundamental yang penting untuk pelaksanaan PUG. Pertama, adanya komitmen politik dari pimpinan daerah, Bapak Sebastianus Darwis, S.E., M.M., yang secara formal tertuang dalam dokumen perencanaan strategis daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2021-2026. Komitmen ini merupakan prasyarat utama yang tidak dapat dinegosiasikan. Kedua, telah ada landasan hukum yang menjadi payung bagi implementasi PUG, diawali dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG, yang kemudian diperkuat secara teknis melalui Perbup Nomor 82 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG). Keberadaan regulasi ini menandakan adanya kesadaran institusional akan pentingnya PUG. Ketiga, telah terdapat alokasi anggaran untuk program-program yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, sebagaimana tercatat dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Tahun 2023.

Kelemahan Sistemik (Area Kritis): Meskipun fondasi tersebut ada, analisis mendalam terhadap indikator-indikator dalam dokumen penilaian mengidentifikasi empat area kritis yang berpotensi menjadi penghambat utama:

  1. Pelembagaan Bersifat Formalitas: Dokumen penilaian menanyakan keberadaan kelembagaan PUG seperti Kelompok Kerja (Pokja) PUG, Focal Point, dan Rencana Aksi Daerah (RAD). Meskipun secara administratif kelembagaan ini mungkin telah dibentuk, efektivitas dan kinerjanya belum terukur dan berisiko hanya menjadi pemenuhan syarat formal. Pertanyaan esensial yang belum terjawab adalah apakah Pokja PUG telah berfungsi sebagai motor penggerak strategis yang mengoordinasikan dan mengadvokasi PUG secara lintas sektor, atau hanya sebatas forum rapat periodik tanpa tindak lanjut yang konkret.

  2. Kapasitas SDM yang Terbatas dan Sporadis: Indikator 2.1 menyoroti persentase SDM yang terlatih PUG di berbagai fungsi krusial: perencana, pelaksana teknis, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hingga SDM bidang hukum. Rendahnya persentase pada indikator ini merupakan akar masalah dari lemahnya kualitas analisis gender dalam dokumen perencanaan dan penganggaran. Pelatihan yang mungkin pernah dilakukan cenderung bersifat

ad-hoc dan belum terinstitusionalisasi, sehingga tidak menjamin adanya kapasitas yang merata dan berkelanjutan di seluruh Perangkat Daerah (PD).

  1. Krisis Data Terpilah di Tingkat Lokal: Indikator 3.1, 3.2, dan 3.3 secara eksplisit menyoroti kelemahan fundamental, yaitu ketiadaan sistem data terpilah yang komprehensif dan rutin diperbarui di luar data statistik dasar yang dipublikasikan oleh BPS. Tanpa data terpilah yang granular (misalnya, data tentang akses perempuan petani terhadap pupuk, partisipasi perempuan dalam Musrenbangdes, atau angka putus sekolah anak perempuan), setiap upaya analisis gender seperti

Gender Analysis Pathway (GAP) menjadi lemah, asumtif, dan tidak berbasis bukti. Akibatnya, perencanaan dan penganggaran menjadi tidak presisi dan gagal menjawab permasalahan gender yang sesungguhnya di masyarakat.

  1. Integrasi PUG yang Dangkal dalam Siklus Pembangunan: Laporan penilaian menuntut bukti konkret integrasi PUG dalam tujuh proses pembangunan, mulai dari perencanaan hingga pelaporan. Meskipun klaim integrasi mungkin ada dalam dokumen, kualitasnya patut dipertanyakan. Sebagai contoh, data dari LKPJ 2023 menunjukkan realisasi anggaran yang sangat rendah (hanya 28,04%) untuk kegiatan Penyediaan Layanan Rujukan Lanjutan bagi Perempuan Korban Kekerasan. Angka ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam tahap pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi, meskipun program tersebut telah direncanakan dan dianggarkan.

  2. Inovasi yang Belum Berdampak: Bagian terakhir dari penilaian (Bagian III) menetapkan kriteria yang sangat ketat untuk sebuah inovasi, yaitu harus memiliki daya ungkit, signifikansi, dan dampak masif. Sangat mungkin inovasi yang dilaporkan oleh pemerintah daerah masih bersifat konvensional, seperti pembentukan layanan baru atau kegiatan sosialisasi biasa, yang belum memenuhi standar sebagai terobosan yang mampu mengubah sistem secara mendasar.

Arahan Bupati

Bupati Kabupaten Bengkayang ,Sebastianus Darwis S.E,M.M, dalam Arahan Singkatnya,  menegaskan bahwa Pengarusutamaan Gender (PUG) bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan strategi pembangunan sesuai Inpres No. 9 Tahun 2000 dan RPJMN 2025–2029. Pemerintah Kabupaten berkomitmen menjadikan PUG sebagai arus utama pembangunan untuk memastikan kesetaraan peran laki-laki dan perempuan. Setiap OPD wajib terlibat aktif dalam evaluasi dan implementasi PUG, dengan memastikan program dan anggaran responsif gender, memiliki SK Focal Point Gender, serta menyediakan data terpilah berdasarkan jenis kelamin untuk analisis berbasis gender. GBS (Gender Budget Statement) harus disusun untuk mengukur anggaran responsif gender sebagai indikator keberhasilan PUG. Evaluasi 2023 menunjukkan tantangan seperti kurangnya SK Focal Point dan data terpilah yang konsisten, sehingga perlu kerja keras bersama untuk meningkatkan perencanaan, penganggaran, dan inovasi. Bupati mengarahkan: (1) Pokja Dalam Arahan Singkatnya PUG serius mengikuti evaluasi 2024, (2) setiap OPD memiliki SK Focal Point, (3) menyediakan data terpilah, (4) menyusun anggaran responsif gender, (5) menyusun RAD PUG, (6) menjalankan tugas sesuai SK, dan (7) mendukung proses penilaian dengan data terbaik. Bupati mengajak seluruh pihak menjadikan evaluasi PUG sebagai gerakan bersama untuk meningkatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat (APKM) perempuan, mengurangi kesenjangan gender, serta membangun Bengkayang yang adil, inklusif, dan sejahtera dengan target minimal predikat Madya.

Kabid Pemberdayaan Perempuan

Sementara itu Kabid Pemberdayaan Perempuan ITA Andriyati,SKM,MM,menyampaikan Materi detail Penilaian PUG yang akan dilakukan oleh Kementrian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. materi selengkapnya dapat diunduh dengan mengklik tombol disebelah. 

selain itu disampaikan juga  Peta Jalan Implementasi dan Proyeksi Peningkatan Penilaian sebagai berikut :

Bahwasanya Untuk memastikan  inovasi yang diusulkan dapat diimplementasikan secara efektif dan memberikan dampak terukur pada penilaian PUG, diperlukan sebuah peta jalan yang terstruktur dengan prioritas yang jelas.

1 Rekomendasi Prioritas Implementasi

  • Jangka Pendek (Tahun 1): Fondasi dan Percontohan

    • Kelembagaan: Membentuk tim perumus inovasi dan segera melakukan revitalisasi Pokja PUG Partisipatif dengan memperluas keanggotaan dan menetapkan KPI awal.

    • Kemitraan: Menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) formal dengan Perguruan Tinggi yang telah diidentifikasi sebagai mitra strategis.

    • Data: Memulai pilot project Sistem Informasi Desa Presisi Gender (SID-PG) di 3-5 desa yang telah menjadi lokus D/KRPPA untuk menguji coba aplikasi dan mekanisme pengumpulan data.

    • Perlindungan: Meluncurkan nomor WhatsApp terpusat untuk URC-PPA sebagai kanal pengaduan awal dan membentuk tim inti.

  • Jangka Menengah (Tahun 2-3): Eskalasi dan Institusionalisasi

    • Kapasitas SDM: Meluncurkan platform Akademi PUG Digital Bengkayang secara penuh dan mulai mewajibkan penyelesaian modul dasar bagi ASN yang akan naik pangkat atau terlibat dalam tim perencanaan.

    • Ekonomi: Meluncurkan batch pertama Inkubator Wirausaha Perempuan "Bengkayang Hebat" dengan target awal 50 peserta yang terseleksi.

    • Perlindungan: Mengoperasionalkan secara penuh satu unit mobil layanan URC-PPA untuk melakukan layanan jemput bola secara rutin ke seluruh kecamatan.

    • Data: Memperluas implementasi SID-PG ke seluruh kecamatan di Kabupaten Bengkayang, dengan target minimal satu desa per kecamatan.

  • Jangka Panjang (Tahun 4-5): Pematangan dan Keberlanjutan

    • Data: SID-PG telah terimplementasi di seluruh desa/kelurahan, dan dashboard analitiknya menjadi sumber data utama untuk perencanaan pembangunan.

    • Kapasitas SDM: Program sertifikasi PUG bagi perencana dan auditor telah berjalan secara rutin dan menjadi standar kompetensi.

    • Ekonomi: Inkubator "Bengkayang Hebat" menjadi program tahunan yang berkelanjutan dengan dukungan pendanaan dari APBD dan kemitraan CSR.

    • Siklus Kebijakan: Data dari SID-PG dan hasil evaluasi independen dari perguruan tinggi menjadi input utama dalam penyusunan dokumen RPJMD periode berikutnya, memastikan siklus pembangunan yang benar-benar responsif gender.